Senin, 29 Desember 2008

MENUNGGU HUJAN

“Mungkinkah perasaan akan terhapus oleh waktu.......?” Pernahkah kau mencintai seseorang melebihi apapun hingga dirimu masuk dalam gelombang derita yang membawamu ke tengah laut berbadai .......?”

Ia bertanya padaku ketika sedang menunggu hujan turun. Pertanyaan yang selalu diulanginya saat hujan akan jatuh dan ini entah yang kesekian kalinya. Wajahnya sayu dan di matanya menggantung mendung pekat yang seolah akan segera jatuh menjadi butir-butir air. “Kenapa......?” Ada yang kau takutkan......?” Aku bertanya dan mencoba menahan agar mendung itu tidak jatuh menjadi butiran airmata, karena aku tahu aku takkan tahan melihat orang menangis.

Aku akan terlihat bodoh jika berhadapan dengan seorang perempuan yang menangis. tidak. tidak ada. Terima kasih mau menemaniku menunggu hujan,” jawabnya lalu diam memandang mendung yang belum juga jatuh. “Bukankah bau hujan dan suara air yang jatuh saat hujan terasa menenangkan.......?” Aku kembali bertanya padanya hanya untuk menciptakan percakapan agar kekakuan ini terbunuh. Sebenarnya aku ingin menjelma hujan yang dapat membuatnya tenang. “Kenyataan yang indah akan menjadi lebih indah dalam kenangan, begitu juga sebaliknya.” Ia seperti ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini mengurungnya dalam penderitaan yang aneh, tapi ia kembali terdiam dengan mata terpejam merasakan hembusan angin yang menyusup pori-pori tubuhnya. Damai, itu membuatnya sedikit merasa damai. Bukankah hujan selalu membawa kedamaian dari surga......?”

Aku bertemu dengannya satu tahun yang lalu pada musim hujan di telaga yang terletak sebelah utara rumahku. Setiap musim hujan aku memang selalu datang ke situ untuk memancing sambil menghabiskan beberapa batang rokok seharian. Sengaja aku buat payung besar dan jembatan yang menjorok ke tengah telaga sebagai tempat pemancingan. Kawasan itu begitu senyap seolah belum pernah terjamah dan aku rasa itu kediaman yang terbaik untukku.

Sejak kematian pacarku,aku memilih tempat-tempat yang sunyi agar segala kenangan, keindahan dan kepedihan menyatu bersama sepi. Aku mencari ketenangan dan sebuah kedamaian sambil berusaha keluar dari bayang-bayang kematian pacarku.

Pacarku seorang pelajar di sebuah SMA yang terletak di sebuah desa yang sangat jauh dari kediaman nya. Sikapnya yang lembut dan pemberani. ia terlalu peduli dengan anak-anak yang kelaparan tanpa orang tua mereka. tapi justru kematian datang karena kepeduliannya itu. tanpa di sadari betapa besar rasa kepedulian nya antara sesama.

Pada saat ulang tahun, ia ingin mengajak semua anak-anak yang terlantar tampa keluarga

Untuk datang kerumah nya merayakan ulang tahun nya yang ke 19 makan-makan bersama, namun malang nya nasib pacarku sebuah truk coldiesel menabrak mobil pada saat ia ingin keluar dari pintun mobil itu.

Bagiku pada saat masih ada suatu harapan untuk selalu tersenyum bersama dimana biasanya senang,sedih, di lalu bersama karna dirinya masih sempet di bawa ke rumah sakit dan dapat pertolongan medis.dua hari suda dirinya di rawat tampa sadarkan diri, tapi dara yang tadinya deras keluar dari bagian tubuhnya semankin berkurang hingga pada ahirnya dara itupun hilang. Aku duduk di sebelah kanan pembaringan nya dan ku genggam erat tangan nya seakan aku takkan pernah untuk terpisakan, tiada satu katapun yang bisa terucap dari bibirku perlahan tangan kirinya bergerak meletakkan nya di atas tangan kanan nya yang ku genggam.

Lalu matanya seketika langsung terbuka memberika sebuah senyuman yang terahir buat diriku, senyum lah sayang berikan aku sebuah tanda kenangan cinta dari mu, ku kan pergi dengan seberkas cinta yang tulus dan suci dari hatimu. Cinta ini nggak akan pernah mati meskipun ragaku tak lagi bersamamu.

Lalu ku peluk dirinya dan ku cium keningnya dalam pembaringan itu tangan ku semankin erat di gemgam nya, hanya satu bisikan sayup yang keluar dari bibirnya, sayang aku pergi.

Aku berusaha menerima kenyataan, itulah alasan mengapa aku selalu menyendiri dan selalu menjauh dari keramaian . Paling tidak dengan menyendiri dan menjauh dari keramaian di sini aku telah menjauhkan kenangan yang menghantui. Aku percaya waktu akan melarutkan kenangan walau tak kan habis kikis, sebab kenangan itu sendiri adalah kenyataan lalu yang telah tercatat pada lembar waktu. Waktu yang abadi.

Tapi aku percaya bahwa kenangan itu akan tertutup oleh kenyataan yang tertulis pada lembar waktu berikutnya. Memang tak pernah hilang, tapi akan tertutup, bagaimanapun.
Saat itu aku sedang memancing. Langit gelap, bau tanah meruap dan angin seolah merayap pada tulang. Aku belum dapat seekor ikan, padahal itu yang kuharapkan untuk makan malam.

Di seberang telaga kulihat sesosok tubuh perempuan duduk merangkul lutut menatap ke arahku. Ia tak pedulikan hujan yang mulai lebat. Terus ia menatap butiran air yang menari di telaga menyerupai penari balet yang sedang menceritakan sebuah lakon dengan gerakannya yang lincah. Sesaat ia tersenyum kemudian termenung.

Aku memutuskan untuk pulang karena kondisi tubuhku yang kurang baik. Perempuan itu masih di sana sempat terpikir olehku ia seorang peri yang datang dari hutan sebelah timur untuk menyambut hujan. Ah, aku terlalu tua untuk mempunyai pikiran semacam itu.

Baru sepuluh meter aku melangkahkan kaki terdengar sebuah teriakan keras yang membuatku harus segera bertindak.

Aku berlari bagai kilat tanpa mempedulikan kondisi tubuhku. Untunglah belum terlambat, dibantu beberapa orang penduduk aku mencoba membuatnya sadar.
Di rumah kang Bang Anton, aku menungguinya hingga ia tersadar dan segera kuberi air putih yang telah disiapkan isteri Bang Anton. Sepertinya ia depresi berat sampai bertindak sekonyol itu. Perempuan semuda ini pasti berurusan dengan masalah cinta, aku coba menerka.

Setelah kupastikan ia baik-baik saja aku memutuskan untuk pulang. Kulihat ia tersenyum padaku dan mengucapkan terima kasih dengan suara lirih. Matanya gelap segelap perasaannya, mungkin. Aku pamit pada Bang Anton dan menitipkan padanya perempuan itu sampai keadaannya membaik karena disana ada isterinya yang akan mengurus perempuan itu.

Sesampainya di rumah segera kubalut tubuhku dengan sweater dan jaket. Sial, malam ini dingin merasuk ke tulang-tulangku. Badanku menggigil, kepalaku pusing dan suhu tubuhku sepertinya naik membuatku tak bisa tidur. Aku demam.
Hari ketiga aku sakit aku masih enggan pergi ke puskesmas. Terdengar suara ketukan membangunkanku, jam menunjukkan pukul dua belas siang. Rasa lapar menyerangku dengan dahsyatnya, sejak kemarin aku belum makan apa-apa. Aku memaksakan diri untuk bangun dan langsung melangkah ke arah pintu.

Ternyata yang datang isteri Bang Anton dan perempuan yang kutolong beberapa hari yang lalu. Aku mempersilahkan mereka masuk dan tak ingat dengan kekusutan badanku sebelum perempuan itu tersenyum. Lena segera membereskan rumahku yang berantakan. Ia masih saudaraku, tepatnya sepupuku dan ia sering datang karena orang tuaku jarang tinggal di rumah kerena selalu sibuk dengan pekerjaan di luar dan jarang pulang kerumah sedangkan satu adik perempuan ku yang masih duduk di bangku sekolah smp pulang nya sore. Lena sering datang membawa makanan karena tahu bahwa di rumah aku selalu sendiri.

Sementara perempuan itu menyerahkan rantang makanan kepadaku. Langsung saja aku buka makanan itu dan melahapnya tanpa cuci muka terlebih dahulu karena rasa lapar ini mengalahkan segalanya. “Kamu tidak ikut makan......?”

Aku berbasa-basi karena memang makanannya pun telah habis. Ia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kemudian melangkah mendekati lukisan-lukisan yang terpajang di dinding, mengamati cukup lama lalu beralih ke lukisan berikutnya.

Lukisan-lukisan itu aku buat beberapa tahun yang lalu, salah satunya begitu aku banggakan. Lukisan itu terpajang di kamarku berukuran satu setengah meter persegi. Model lukisan itu adalah pacarku sendiri. pacar tercinta. Sejenak kenangan merebak membungkam diriku menghadirkan kembali pacarku, tapi penyesalan hanyalah kesiaan dan apa yang sebenarnya harus kusesali......?”

Kubiarkan kesedihan ini hadir tanpa sebuah penyesalan, karena aku terlalu tua untuk meratapi sebuah kenyataan hidup.

Beberapa hari kemudian setelah demamku sembuh aku kembali memulai kebiasaan memancing. Langit mendung, angin bertiup agak kencang mengajak dedaunan menari menyambut langkahku kembali. “Mau kemana mendung-mendung begini, nak.....?” Seorang yang sudah sangat tua dengan jenggot putihnya bertanya padaku. “Mancing, pak. Mumpung airnya lagi keruh.” Jawabku singkat sambil tersenyum. Pertama kali aku melihat orang tua itu aku teringat pada Karl Marx dan Darwin karena jenggot putihnya yang dibiarkannya memanjang dari jambangnya. Namanya Pak Mursyd, ia memanggilku dengan sebutan nak padahal itu bukan kebiasaan memanggil orang yang lebih muda di desa ini.

Mungkin karena dia tau aku sudah jauh berbeda dengan yang dulunya bukan seorang pendiam dan selalu ada di keramaian sehingga merasa ibah semacam itu walaupun hal ini sering membuatku sedikit tidak nyaman.
Tak berapa lama aku sampai di tempat pemancingan yang khusus kubuat untukku sendiri, tapi di sana telah ada yang mendahuluiku.
Perempuan itu !

Seperti saat kulihat pertama kali, gelap menggayut di wajahnya yang ayu. Mungkin ia teringat kembali masalahnya. Aku mendekatinya kemudian meletakkan perlengkapan memancingku di bawah payung. “Sedang, menyepi....?” Tanyaku. “Aku menunggu hujan.” Jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahku seolah tak ingin terganggu penantiannya. Seribu murung sedang menggantung membuatku berhati-hati untuk sekadar menyapanya.”Aku suka hujan karena aku akan mendapat banyak ikan, kalau kamu......?”

“Aku suka hujan karena hujan itu menenangkan.” Pandangannya masih ke depan sepertinya ia tidak ingin melewatkan tetes air yang pertama jatuh ke telaga. “Mungkinkah perasaan akan terhapus oleh waktu........?” Pernahkah kau mencintai seseorang melebihi apapun hingga dirimu masuk dalam gelombang derita yang membawamu ke tengah laut berbadai......?” Ia menoleh ke arahku, wajahnya menyiratkan sebuah permohonan padaku untuk menjawab pertanyaannya. Aku melemparkan kail ke tengah telaga sementara perempuan itu masih duduk dengan kaki menjuntai ke air dan terus berkecipak. “Siapa namamu.....?” Aku coba memecah kesunyian.
“Niken.” Ia hanya menjawab tanpa ingin tahu nama lawan bicaranya, bukan hanya lawan bicara, tapi orang yang telah menolongnya !

Ternyata ia keponakannya Pak Karyo yang baru saja datang dari kota. Usianya lima tahun lebih muda dariku. Ia masih terlihat belum matang walaupun begitu caranya memandang sangat tajam dan itu mengingatkanku pada sepasang mata pacarku. “Mungkinkah perasaan akan terhapus oleh waktu.....?” Pernahkah kau mencintai seseorang melebihi apapun hingga dirimu masuk dalam gelombang derita yang membawamu ke tengah laut berbadai.........?” Ia kembali bertanya padaku, namun aku hanya diam. Aku tahu ia masih labil dan membutuhkan waktu untuk bisa kembali seperti semula. Aku merasakan seolah diriku sendiri yang bertanya. Bagaimanapun, aku pernah merasakan penderitaan itu.

***
“Mengapa kau selalu menunggu hujan.....?”
“Karena aku menunggu kekasihku yang telah tiada”
“Tapi mengapa hujan.....?”
“Karena kekasihku berjanji ia akan berubah menjadi hujan yang memberiku kedamaian, jika ia meninggal.”
“Bagaimana ia meninggal......?”
“Tertembak.”
“Ia seorang tentara.........?” Aku mencoba menerka, karena memang akhir-akhir ini di ujung negeri ini sering terjadi berbagai pergolakan.
“Bukan, ia seorang mahasiswa. Ia hilang dan tak pernah kembali. Sejak terjadi huru-hara itu ia hilang, tapi ada yang bilang ia dihilangkan. Ia telah menjelma hujan.”

Air matanya mulai berlinang, mendung itu telah berubah menjadi bulir-bulir air. Ya, setelah satu tahun sejak peristiwa di telaga itu aku baru berani bertanya tentang alasannya menunggu hujan. “Mungkinkah perasaan akan terhapus oleh waktu.....?” Pernahkah kau mencintai seseorang melebihi apapun hingga dirimu masuk dalam gelombang derita yang membawamu ke tengah laut berbadai........?”

“Kita sama-sama berlari pada sepi.” Aku mencoba menjawabya walaupun aku tahu itu tidak cukup karena hatinya sendiri telah mempunyai jawaban dan sebenarnya ia hanya membutuhkan pernyataan yang dapat meyakinkan jawabannya. “Kita sendirilah yang dapat mengeluarkan diri kita dari sebuah penyesalan panjang dan percayalah bahwa waktu dapat memburamkan sesuatu jika kau menginginkannya menjadi buram.

Aku bukan seorang malaikat, aku hanya seorang pemancing yang menunggu hujan tiba.” Aku ingin membuat hatinya terbuka. Tiba-tiba ia memelukku dan kurasakan sebuah pesona seperti saat pacarku memelukku dulu. Sepasang mata itu menatapku dengan sayu meminta sebuah perlindungan. Aku kembali menemukan sepasang mata pacarku pada perempuan ini.

Hujan semakin deras mengguyur dan menari seperti penari balet yang mencatat pelukan kami dengan geraknya. Semua kepedihan akan segera hilang bersama redanya hujan. Kami telah menemukan apa yang sebenarnya kami cari saat kami menunggu hujan.



Minggu, 28 Desember 2008

CINTAILAH PEMBERI CINTA PADA HIDUPMU

Masya Allah, seandainya aja kita tau betapa indah anugerah yang Allah berikan pada kita. Begitu indah dunia dengan hadirnya cinta. Cinta adalah anugrah terindah yang pernah diterima manusia,dan akan selalu hidup dalam setiap hati manusia. Cinta bukanlah benda yang diberikan begitu saja dan lalu bisa kita buang bila kita tidak menyukainya.

Banyak cara untuk mencintai, banyak jalan menuju kebahagiaan. Allah memberi kemudahan, Allah juga memberi kesulitan dan cobaan. Namun hanya manusia yang melihat dengan mata hati dan berpikir dengan hati dan cinta yang dapat mengubah semua cobaan dan kesulitan menjadi kemudahan.

Cinta tidak pernah menghitung berapa lama kita menjalin suatu hubungan, tetapi bagaimana kita bisa membuatnya berkembang dengan indahnya. Cinta hanyalah sebuah awal dari seluruh hidupmu. Dan inilah awal hidupku.

Cinta tidak akan pernah mengungkap keburukanmu, tidak pernah membuka sisi negatifmu, dan cinta akan menutup semua kejahatanmu. Cinta adalah saat kamu merasakan bagaimana buruknya keadaanmu setelah kamu kehilangan seseorang yang begitu berarti untuk dirimu, seseorang yang telah mengubah dirimu, seseorang yang membuatmu merasa penting dan akan selalu dibutuhkan. Pada saat itulah cinta datang memberimu harapan untuk dapat hidup kembali dan membiarkanmu meraihnya dengan cara apapun. Cinta akan membantumu menjalani kehidupanmu dengan lebih mudah.

Pada dasarnya cinta tidak akan pernah menyakitimu. Hanya saja kau telah menempuh jalan yang salah untuk meraihnya. Cinta adalah seindah-indah perasaan yang pernah dirasakan manusia. Setialah pada cinta, dan cinta akan setia kepadamu. Cinta tidak akan mengkhianati dan meninggalkanmu. Cinta hanya ingin kamu merasakan apa yang terjadi pada hidupmu kalau cinta tak datang menghampiri dan menyapa hatimu.

Cobalah berpikir betapa cinta telah menyelamatkan nyawamu berulang kali. Bagaimana dia datang kembali padamu setelah kau nyaris kehilangan kendali pada dirimu. Bagaimana dia datang untuk memperbaiki hubunganmu yang kacau. Dan bagaimana dia membuatmu merasa bahwa kamu adalah orang yang paling bahagia di dunia ini.

Pikirkanlah bagaimana cinta menghadirkan dirinya dalam kehidupanmu. Terlalu banyak yang telah dilakukan cinta hingga mungkin kamu hanya berpikir, ah itu hanya keberuntunganku saja. Cobalah berterima kasih pada cinta. Banyak cara untuk berterima kasih pada cinta. Yang paling utama adalah, CINTAILAH PEMBERI CINTA PADA HIDUPMU. Bayangkan bila tidak ada cinta di dunia ini!

Cinta adalah saat kamu merasa bahagia ketika kamu melihat orang yang kamu cintai bahagia, saat kamu merasa sedih ketika dia sedih, dan menjalani saat-saat sedih dan bahagia bersama-sama. Cinta adalah sumber kekuatan. Cinta adalah saat kamu harus jujur pada dirimu sendiri dan orang yang kamu cintai. Cinta adalah saat kamu mendengar, berbicara dan menghargai kebenaran dan tidak pernah menolaknya. Cinta adalah sumber kebenaran. Cinta adalah saat kamu saling mengerti secara keseluruhan bahwa kamu merasa seperti kamu adalah bagian dari orang lain. Cinta adalah sumber kebersamaan. Cinta adalah kebebasan untuk mengungkapkan segala keinginanmu saat kamu membaginya dengan orang yang kamu cintai. Cinta adalah ketika kamu dan orang yang kamu cintai mengerti perkembangan masing-masing dan bersama-sama mengembangkan cinta yang kalian punyai. Cinta sumber segala sukses. Cinta adalah kebahagiaan saat merencanakan segala sesuatu yang akan terjadi pada hidup kalian berdua dan melakukannya bersama. Cinta adalah pangkal masa depan.

Cinta adalah dahsyatnya badai dan tenangnya pelangi. Cinta adalah pangkal dari semua perasaanmu. Cinta adalah saling memberi dan menerima kehidupan masing-masing, dan dengan sabar mengerti keinginan dan kebutuhan masing-masing. Cinta adalah berbagi segalanya. Cinta adalah saat kamu mengetahui bahwa orang yang kamu cintai akan selalu berada disampingmu apapun yang akan terjadi. Cinta adalah saat kamu saling merindukan dengan orang yang kamu cintai pada saat dia tidak ada disampingmu, dan mengetahui bahwa dia akan selalu ada di hatimu. Cinta adalah sumber dari semua perasaan amanmu. Cinta adalah sumber segala kehidupanmu!